Lahirnya Undang-undang (UU) No 18 tahun 2019 tentang Pondok Pesantren telah mengawali sejarah baru bagi pondok pesantren. Pada akhir 2021 lalu, Peraturan Gubernur (Pergub) Banten juga sudah disahkan oleh (DPRD) Provinsi Banten bersama Pemerintah Provinsi.
Kota Tangerang pun tidak mau ketinggalan, beberapa waktu lalu dalam momen memperingati hari lahir Nahdlatul Ulama (NU) ke-96 yang diselenggarakan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Tangerang di Pondok Pesantren Asshidiqiyah 2. Dan atas inisiatif Gus Ulil Abshar selaku Pengasuh Pondok Pesantren Asshidiqiyah 2 yang biasa disapa Gus Aab. Menginisiasi adanya halaqah yang mengundang seluruh pengasuh pondok pesantren di Kota Tangerang dan kebetulan penulis juga hadir di acara tersebut.
Halaqah tersebut menghasilkan beberapa point penting, antara lain mendorong segera terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Kota Tangerang tentang fasilitasi penyelenggaraan pondok pesantren sekaligus mendorong agar pergub tentang pondok pesantren juga segera ditandatangani oleh Gubernur.
Menurut Ogy Sugiyono, Pembina Laskar Santri Nusantara dalam tulisanya di NU Online Banten, ada beberapa alasan kenapa perda tersebut sangat penting untuk Kota Tangerang. Pertama, secara geografis Kota Tangerang adalah kota penyangga yang sangat berdekatan dengan Ibukota yang notabene adalah pusat pemerintahan negara Indonesia. Sehingga tidak ada lagi alasan secara teknis untuk menunda, karena Kota Tangerang hampir tidak ada jarak dengan Ibukota bahkan sebagian orang, Tangerang dianggap bagian dari Jakarta.
Tidak ada kendala apapun terkait proses pembahasan perda tersebut, hanya menunggu political will dari pemerintah Kota Tangerang bersama DPRD Kota. Dan penulis melihat hal itu juga tidak ada masalah karena sewaktu halaqah, Anggota DPRD Kota yang juga sebagai Ketua FKB DPRD Kota Tangerang Tasril Jamal hadir sebagai narasumber.
Kedua, secara sosiologis masyarakat kota Tangerang adalah masyarakat yang religius dan kental sekali dengan budaya pesantren. Karena di Kota Tangerang banyak sekali pesantren, dari yang kecil ngajinya sorogan dan salaf sampai yang besar dan modern seperti Asshidiqiyah 2. Sehingga membuat pesantren di Tangerang maju dan berdaya adalah sebuah keharusan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah.
“Di kota Tangerang hampir setiap kelurahan ada pesantren, sehingga membangun pesantren sama saja membangun kota Tangerang” tutur Ogy. Menurut data dari PDPP Kementerian Agama per tahun 2019, pondok Pesantren di kota Tangerang berjumlah 114 dengan jumlah santri 11.591 yang mukim sekitar 4.523—sekarang sudah tahun 2022, sangat mungkin data pesantren sudah bertambah banyak. Jadi, memajukan pesantren adalah sama dengan memajukan peradaban masyarakat kota Tangerang.
Ketiga, secara ekonomis kota Tangerang adalah kota yang maju. Sebagai kota yang mendapat julukan Kota 1001 Industri, sangat tidak elok jika masih ada pesantren yang kumuh dan tertinggal secara infrastruktur dan suprastrukturnya. Banyak dana CSR perusahaan yang bisa dimanfaatkan untuk pesantren tanpa mengurangi APBD Kota Tangerang apalagi ditambah dengan APBD akan lebih bagus.
Keempat, tahun ini adalah tahun terakhir Walikota Arief Wismansyah akan memasuki pensiun atau habis masa jabatannya. Sehingga jika perda ini sudah diterbitkan sebelum beliau selesai akan menjadi sebuah kado terindah yang diberikan untuk pondok pesantren di kota Tangerang. Legacy ini akan dikenang sepanjang sejarah bahwa saat kepemimpinan beliaulah ada perda yang membela kepentingan pondok pesantren.