Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini mengatakan, masalah anggaran pemilihan umum (pemilu) yang besar tidak bisa jadi alasan untuk menunda Pemilu 2024. Sebab, menurut Faisal, di saat yang sama, pemerintah berkukuh menjalankan proyek ibu kota negara (IKN) Nusantara yang biayanya lebih dari Rp 500 triliun di tengah pandemi Covid-19.
“Alasan menguras anggaran ini seperti menepuk air di dulang terpercik muka sendiri. Alasan KPU mengusulkan anggaran fantastis Rp 86 triliun, padahal di tengah pandemi pula pemerintah hendak membangun IKN dengan anggaran lebih dari Rp 500 triliun yang lebih dari separuhnya dibiayai APBN. Jadi gugur dengan sendirinya,” ujar Faisal dalam diskusi daring Paramadina Democracy Forum, Rabu (02/03/2022).
Faisal mengatakan, pemerintah juga menghabiskan anggaran negara untuk membeli persenjataan. Kemudian, incremental capital-output ratio (ICOR) Indonesia di era Presiden Joko Widodo tinggi. Menurutnya, investasi banyak tapi minim hasil. “Jor-joran membeli persenjataan bisa, banyak lagi pemborosan luar biasa sebagaimana tercermin dari ICOR yang melonjak di era Jokowi,” katanya. Ia pun berpendapat tidak ada prestasi luar biasa dari pemerintahan Jokowi. Dalam pandangannya, pertumbuhan ekonomi kian melambat dan transformasi ekonomi pun mandek.
Sementara itu, enam parpol lain yang memiliki kursi di MPR/DPR, yakni PDI-P, Nasdem, Demokrat, PKS, PPP, dan Partai Gerindra menyatakan menolak. Dan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 menilai, usul penundaan pemilu inkonstitusional dan merampas hak kedaulatan rakyat. Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kahfi Adlan, yang merupakan anggota koalisi menyatakan, UUD 1945 secara tegas membatasi kekuasaan eksekutif dan legislatif selama lima tahun dan mengamanatkan penyelenggaraan pemilu tiap lima tahun sekali.
“Secara fundamental, wacana penundaan Pemilu 2024 inkonstitusional, melecehkan konstitusi, dan merampas hak rakyat,” kata Kahfi dalam keterangan pers, Rabu (02/03/2022). Menurutnya, gagasan penundaan pemilu mencerminkan inkonsistensi partai atas keputusan politik yang telah dibuat, menunjukkan pragmatisme politik kepentingan partai, dan menunjukkan rendahnya komitmen partai politik untuk menjaga demokrasi. (Ful)