Search

PPPK Solusi Masalah Guru, Apakah Malah Jadi Problem Baru?

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) berkolaborasi dengan Kementerian dan Lembaga Pemerintah terkait menghadirkan kesempatan bagi guru honorer dan guru swasta khususnya yang sudah sertifikasi untuk menjadi guru Aparatur Sipil Negara (ASN) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada tahun 2021 – 2022 ini.

Rekrutmen ini ada 3 gelombang yang pertama dikhususkan Guru honorer Sekolah Negeri, yang kedua Guru Sekolah Swasta, dan yang ketiga semuanya bisa mendaftar.

Rekrutmen guru ASN PPPK dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam mengatasi masalah yang dihadapi para guru.

Dalam artian, guru yang diangkat akan menjalani status pekerja kontrak non-permanen yang kinerjanya akan dievaluasi secara berkala. Badan Kepegawaian Negara mengatakan bahwa hal ini akan mendorong percepatan peningkatan profesionalisme dan kinerja.

Tidak hanya untuk guru, 147 profesi lain juga akan direkrut melalui skema PPPK, termasuk dosen.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menekankan bahwa skema ini juga memberikan kesempatan pada tenaga pengajar honorer dan guru Swasta untuk bisa berkompetisi membuktikan dirinya melalui tes yang disiapkan.

Banyak Kritik atas kebijakan ini, skema seperti ini dianggap mengabaikan guru honorer yang selama ini menerima gaji yang dianggap tak manusiawi. Mereka menganggap kompetensi guru honorer yang telah belasan tahun di sekolah seharusnya sudah tidak perlu dikompetisikan lagi dalam tes PPPK disisi lain Sekolah Swasta nantinya akan kehilangan guru-guru sertifikasi untuk diangkat menjadi PPPK di Sekolah Negeri, dimana Guru yang sudah sertifikasi adalah asset besar bagi Sekolah Swasta karena dibesarkan dan berproses dari Sekolah Swasta setelah menjadi guru yang baik dan professional terus diambil sama Sekolah Negeri.

Baca Juga:  Lakpesdam NU Karya Visioner Gus Dur

Problem itu tidak hanya berhenti di Sekolah Swasta tetapi juga di Sekolah Negeri, Guru Honorer yang tidak masuk atau gagal masuk di PPPK bagaimana nasibnya kedepan, karena akan ada tenaga baru alias Guru Swasta yang diterima PPPK akan menguragi bahkan menggantikannya, terus dikemanakan Guru Honorer yang tidak diterima atau lolos PPPK?, Pemerintah seharusnya juga memperhatikan masalah ini.

Kebijakan ini banyak yang berpendapat tidak tepat untuk memperbaiki sistem dan kemajuan guru di Indonesia. Memang pada dasarnya, di setiap negara ada dua jenis posisi guru – yaitu posisi guru permanen (tenure atau tetap) dan non-permanen (non-tenure atau kontrak berkala).

Sistem guru permanen, misalnya di Amerika Serikat, muncul pada awalnya untuk melindungi guru karena pasca Perang Dunia I mereka sering dipecat akibat hal di luar kinerja, seperti alasan ras, pergantian kuasa politik, atau bahkan karena hamil.

Baca Juga:  Betulkah kita ini, Nderek Kiai sampai Mati?

Dalam konteks ini, posisi guru permanen jelas diniatkan untuk melindungi guru. Seiring dengan meningkatnya perlindungan terhadap profesi guru, sistem perekrutan pun berubah. Di Amerika Serikat, sebagian besar negara bagian semakin memperketat perekrutan guru dan mengedepankan seleksi dengan kriteria yang kompetitif.

Dinegara-negara lain seperti Australia saat ini tidak memiliki sistem penunjukan guru permanen, melainkan skema penunjukan jangka panjang, kontrak, maupun pekerja kasual. India juga mengalami penurunan drastis jumlah guru permanen.

Akan tetapi apakah tepat sepenuhnya diterapkan di Indonesia?

Di Indonesia rekrutmen guru permanen dengan berbagai perlindungan finansialnya melalui skema PNS dan sertifikasi, masih menjadi motivasi untuk memasuki profesi guru.

Ada peningkatan 5 kali lipat jumlah mahasiswa yang masuk Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) atau universitas keguruan dari 2005 sampai 2015 pasca pengesahan Undang-Undang Guru dan Dosen pada 2005.

Baca Juga:  Hari Kemerdekaan Umat Beragama Dalam Islam

Selain itu, masih banyak guru honorer bergaji kecil yang selama belasan tahun mengharapkan pengangkatan menjadi PNS.

Pemerintah seharusnya mengkaji ulang keputusan ini karena nantinya bukan hanya Sekolah Swasta yang terdampak melaikan juga Sekolah Negeri, kalau pemerintah serius untuk mengantas Guru Honorer maka seharusnya Guru-guru Honorer yang sudah lama mengajar di Sekolah Negeri diangkat menjadi PPPK secara langsung dengan mempertimbangkan kinerja dan masa kerjanya.

Sama halnya dengan Sekolah Swasta dalam hal ini dalam pandangan penulis yang mendapatkan tunjangan Sertifikasi harusnya diutuamakan bahkan kalau perlu cuma Guru Swasta yang mendapatkannya guna mengentaskan nasib bagi guru-guru yang ada di Sekolah Swasta, karena kalau guru ASN bisa dikontrol masalah profesionalitasnya dalam pembelajaran dengan workshop ataupun khursus yang diselenggarakan oleh Negara, sedangkan Guru Swasta lewat Sertifikasi supaya nantinya pendidikan di Indonesia tidak terlalu “njomplang” antara pendidikan dibawah sekolah swasta dan pendidikan dibawah sekolah negeri, baik tunjangan guru dan profesionalitasnya.

Oleh:
Mochammad Fuad Nadjib
Kepala SMK Diponegoro Sidoarjo

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA