Search

Sulap Kain Perca Bernilai Ekonomis

Siapa bilang kain-kain sisa atau kain perca tidak bisa menghasilkan pundi-pundi uang. Berkat sentuhan tangan-tangan kreatif, kain yang biasanya dibuang justru memiliki nilai ekonomi. Seperti yang dilakoni Wahyuni Wulandari ST dari Peraba.

 

Bagi pengusaha konveksi, kain perca tak ubahnya limbah atau sampah yang tidak mempunyai nilai ekonomi. Tetapi lain halnya dengan mereka yang mempunyai jiwa bisnis daur ulang, khususnya kain perca.

Sobekan atau potongan kecil kain sisa dari jahitan dan lainnya in, bagi sekelompok orang kreatif dan inovatif justru memiliki nilai jual. Kain perca bisa disulap menjadi produk dengan nilai jual tinggi dan berkelas. Itulah yang dilakukan oleh Perkumpulan Perajin Perhiasan, Asesoris dan Batu Mulia (Peraba) Jawa Timur.

Perkumpulan perajin yang berdiri sejak Agustus 2014 silam ini, menjadikan kain perca berbagai macam jenis barang. Mulai dari keset, serbet, alat penahan panas saat memasak, dan yang lainnya.

“Yang paling mudah, kain perca bisa dimanfaatkan untuk keset, serbet, jampel atau alat untuk menahan panas disaat kita memasak, dan yang lainnya,” tutur pengurus Peraba devisi Pameran dan Pengembangan Usaha, Wahyuni Wulandari ST saat ditemui wartawan AULA di sela-sela acara pelatihan membuat kalung etnik dari bahan dasar kain perca batik di Grand City Surabaya.

Baca Juga:  Sandiaga Uno Ajak Pemudik Belanja Produk UMKM

Menurut peremuan yang akrab disapa Bu Ronny ini, hasil karya atau daur ulang kain perca tersebut mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sebab, kain perca yang biasa dibuat untuk serbet menjadi sebuah aksesoris unik dan menarik, seperti kalung etnik. “Memberi nilai tambah dan naik kelas,” tutur Bu Ronny.

Dari karya yang inovatif itu, istri Ir Ronny Priyadi dan pemilik Cantik Collection Accessories ini, akhirnya tertarik untuk membuka usaha pada 2006 silam. Ini setelah dirinya mengikuti kursus aksesoris di Jakarta. “Karena saya ingin bekerja dekat dengan anak-anak,” kata ibu tiga anak dan seorang cucu ini.

Padahal, alumnus Fakultas Teknik Sipil ITS tahun 1987 ini, sebelumnya bekerja di bidang jasa kontruksi. Karena pekerjaannya, ia sering meninggalkan keluarga karena mendapat proyek di luar kota, bahkan ke luar pulau. “Setelah mendapat kursus aksesoris, akhirnya saya mantap untuk menekuni usaha aksesoris dan meninggalkan pekerjaan sebagai jasa konstruksi,” tuturnya.

Baca Juga:  Gelombang Pandemi Covid-19, Persaingan Ekonomi Semakit Menguat

Namun untuk menekuni bisnis ini, diakui Bu Ronny, membutuhkan perjuangan dan ketelatenan. “Awalnya saya membuka toko aksesoris di Jembatan Merah Plaza (JMP), kemudian di Royal Plaza Surabaya, dan terakhir di Royal Plaza namun saya tutup tahun 2016. Karena  harga sewa toko naik terus, lebih baik saya fokus buat pengembangan lainnya, dengan memberi kursus daripada buka toko,” tutur Wahyuni tersenyum.

 

Prospek Bagus

 

Bisnis kain perca tidak hanya menguntungkan para pengusaha, tapi juga para mentor yang menggelutini bidang aksesoris dari kain perca. Pasalnya, potongan atau limbah kain yang biasanya dibuang di tempat sampah ini, memiliki prospek bisnis yang menjanjikan.

Hal ini yang kini dilakoni pengurus Peraba devisi Pameran dan Pengembangan Usaha, Wahyuni Wulandari ST. Selain membuka bisnis daur ulang kain perca, dirinya juga kerap memberikan pelatihan atau kursus kepada masyarakat.

Menurutnya, langkah ini banyak memberikan manfaat kepada masyarakat. Tidak hanya itu, dari profesinya ini dirinya akhirnya sering bertemu dan berinteraksi langsung dengan masyarakat dari berbagai golongan dan komunitas, serta bisa mencetak generasi penerus yang produktif.

Baca Juga:  Kembangkan Ekonomi Umat dengan Marbot Mart

“Mengajak orang lain untuk berkreasi dan berwirausaha dengan modal sedikit dengan hasil lumayan memiliki kepuasan tersendiri. Ide mengalir terus dan bisa memberi pekerjaan buat teman juga masyarakat. Terlebih bisa mengamalkan ilmu,” katanya kepada Aula.

Ia juga sangat optimistis bisnis aksesoris baik dari kain perca maupun batu-batuan mempunyai prospek bagus ke depan. Dengan catatan, kata Wahyuni, tidak pernah berhenti untuk berinovasi. Mampu memilih dan memilah-milah materi yang bagus untuk karyanya, terampil, telaten, ulet dan sabar. “Tentu saja harus mempunyai minat dan bakat tentang aksesoris,” ujarnya.

Dari pengalaman dirinya mengeluti bisnis aksesoris kain perca. Karya-karyanya memiliki nilai ekonomi lumayan dan mampu bersaing dengan bisnis aksesoris lainnya. Misalnya, membeli kain perca batik yang per kilonya seharga Rp 60.000, setelah dikelola bisa menghasilkan jutaan rupiah. “Dengan harga sisa-sisa kain batik, setelah dikerjakan jadi aksesoris, seperti kalung, bross dan lainnya, hasilnya bisa mencapai jutaan rupiah,” katanya. “Yang penting kita telaten, kreatif dan ulet,” saran Wahyuni. * Riamah

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA