AULA, Palangka Raya – Orang tua merupakan faktor utama dalam membentuk karakter anak karena anak hanya akan bergaul dengan orang-orang dalam lingkungannya. Tugas orang tua adalah sebagai guru atau pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya dalam menumbuhkan dan mengembangkan karakter bagi anak.
Dilansir dari Jurnal Pendidikan Luar Sekolah volume 2 karya Widyanto Edi tahun 2015, bahwa pendidikan karakter adalah gerakan nasional untuk menciptakan generasi yang beretika, bertanggung jawab, dan peduli melalui pemodelan dan mengajarkan karakter baik dengan penekanan pada nilai universal yang disepakati bersama.
Langkah-langkah ini sangat baik, khususnya untuk menanamkan budi pekerti yang baik pada anak dalam keluarga. Jika anak dibiasakan sejak kecil dengan pembiasaan-pembiasaan pada nilai etika, menghargai diri sendiri dan orang lain, bertanggung jawab, integritas, dan disiplin diri, maka hal ini akan membekas sampai usia dewasa. Memang bukan persoalan yang mudah dan cepat untuk mencapai hal itu semua. Pendidikan karakter bukanlah suatu “obat penyembuh secara singkat”.
Hasil pendidikan karakter akan membawa dampak dalam jangka panjang pada moral dan etika anak. Hasil temuan menunjukkan bahwa pendidikan karakter dalam keluarga dapat ditafsirkan sebagai sebuah langkah orang tua kepada anak agar anak dapat bertumbuh dan menghayati nilai-nilai moral guna menyiapkan kehidupannya dengan tujuan untuk membentuk pribadi yang berakhlak mulia.
Pendidikan karakter dalam keluarga yang diajarkan orang tua kepada anak dilakukan melalui : 1) diajarkan melalui pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari, orang tua berperan sebagai role model, dilakukan dalam setting informal; 2) bersumber utama dari keluarga, lingkungan, dan sekolah; 3) lebih mudah ditularkan melalui pembiasaan daripada diajarkan dalam bentuk pelajaran; orang tua mengajarkan karakter kepada anak didasari budaya dan adat-istiadat yang melekat di sekitarnya.
Adapun peran yang dilakukan orang tua dalam pendidikan karakter kepada anak, dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Menanamkan nilai kebaikan kepada anak. Menanamkan konsep diri pada anak secara alami kepada anak tanpa harus direncanakan terlebih dahulu. Misalnya, orang tua menanamkan konsep diri tentang kegigihan pada anak, maka orang tua tinggal mengintegritas konsep tersebut dalam perilaku, tanpa banyak memberi definisi teori. Hasil nilai karakter yang muncul bukan berupa pemahaman, tetapi berupa sikap gigih. Sehingga dalam diri anak terbentuk sikap yang gigih, bersemangat, pantang menyerah, dan suka bekerja keras.
2) Menggunakan cara yang membuat anak memiliki keinginan untuk berbuat baik. Peran yang dilakukan orang tua dilakukan dengan cara memberikan beberapa contoh kepada anak mengenai karakter yang sedang dibangun. Misalnya, orang tua bercerita atau mendongeng tentang tokoh-tokoh yang mudah dipahami oleh si anak. Pemilihan tokoh dalam cerita tentu saja harus dikontraskan antara tokoh yang baik dan tokoh yang jahat agar dalam benak anak dapat membedakan mana sikap dan perilaku yang boleh ditiru dan mana perilaku yang tidak tepat unuk ditiru. Hal ini akan mempermudah anak untuk melakukan sesuatu hal karena ada alasan yang tepat untuk melakukan hal tersebut. Selain itu, anak juga diberitahu tentang manfaat atau alasan mengapa harus melakukan perbuatan itu. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh anak memiliki tujuan yang positif.
3) Mengembangkan sikap mencintai perbuatan yang baik. Supaya anak mengembangkan karakter yang baik, maka perlu ada penghargaan bagi anak yang membiasakan melakukan kebaikan. Begitu pula dengan anak yang melakukan pelanggaran, supaya diberi hukuman yang bersifat mendidik.
4) Melaksanakan perbuatan baik. Karakter yang sudah mulai dibangun melalui konsep diaplikasikan dalam proses pembelajaran informal dalam keluarga. Selain itu, orang tua juga tetap memantau perkembangan anak dalam praktik pembangunan karakter di rumah. Orang tua bagi si anak akan dianggap model. Segala tingkah laku orang tua akan diadopsi oleh si anak. Apa yang dilakukan oleh orang tua, bisa jadi dianggap benar oleh anak. Untuk itulah, orang tua harus mampu memberikan contoh yang positif.
Selama proses pendidikan karakter dijalankan oleh orang tua di rumah, maka orang tua tetap berkewajiban memantau perkembangan anak secara terus-menerus. Pemantauan secara kontinyu merupakan wujud dari pelaksanaan pembangunan karakter. Beberapa hal yang perlu dipantau antara lain: kedisiplinan mulai dari bagun tidur di pagi hari, pembiasaan jam berangkat ke sekolah (jika anak sudah memasuki usia prasekolah), pembiasaan berdoa sebelum makan, pembiasaan dalam berbicara (sopan santun berbicara), maupun etika bertemu dengan orang lain. Jika anak sudah melakukan pembiasaan berbuat baik, maka perlu diberikan muatan reward misalnya pujian, orang tua memenuhi janji kepada anak, memberikan apresiasi dan penghargaan kepada anak. Tetapi bagi anak yang belum bisa melakukan pembiasaan berbuat baik atau masih sering melakukan aktivitas di luar aturan, maka perlu langkah persuasif agar bisa melakukan pembiasaan yang positif.
Orang tua memiliki peranan yang sangat besar dalam membangun karakter anak. Waktu anak di rumah lebih banyak dibandingkan di sekolah. Apalagi, sekolah merupakan lingkungan yang dikendalikan. Anak bisa saja hanya takut pada aturan yang dibuat. Sementara, rumah merupakan lingkungan sebenarnya yang dihadapi anak. Rumah adalah tempat pertama anak berkomunikasi dan bersosialisasi dengan lingkungannya.
Penulis adalah Evany Widyasti Mahasiswa S2 BK Universitas Negeri Surabaya 2020’