Search

Cetak Generasi Berakhlak, Didik Siswa ala Pesantren

Tidak banyak lembaga pendidikan yang menerapkan metode pembelajaran berbasis ala pesantren. Begitulah cara Madrasah Tsanawiyah (MTs) Islamiyah Balen, Bojonegoro, memberikan pendidikan kepada generasi muda yang unggul dan berakhlak.

Rencana pemerintah membuka seluruh lembaga pendidikan diakhir tahun 2020 ini, memang belum menunjukkan kepastian. Meski pemerintah sudah menerapkan new normal secara bertahap, sebagian wilayah masih memiliki angka infeksi virus corona cukup tinggi.

Beberapa sekolahan yang telah dibuka pun diwajibkan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, memiliki fasilitas, dan sarana prasarana yang memadai. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Islamiyah Balen Bojonegoro salah satu sekolahan yang menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.

Madrasah yang berada di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin ini dibuka, atas desakan para wali murid yang meminta agar sekolahan aktif kembali, sehingga anak didik bisa belajar lagi. Permintaan itupun tidak bisa serta merta dilakukan.

Namun berdasarkan hasil musyawarah antar wali siswa dan guru, pihak madrasah pun akhirnya memutuskan untuk membuka kembali kegiatan belajar mengajar pada Juli 2020. Bedanya, penerapan belajar mengjar di masa pandemi, tidak hanya dilakukan tatap muka tapi juga melalui metode daring.

Menariknya, untuk mendukung siswa belajar lewat daring, pihak sekolah memberikan kuota internet gratis kepada setiap siswa. Hal ini terlihat saat Aula berkunjung di sekolah tersebut, terlihat suasana di sekolah terlihat tampak sepi. Para siswa kala itu diarahkan untuk belajar secara daring di rumah.

Kepala MTs Islamiyah, H Hizbullah, MPdI mengatakan, bahwa sistem belajar lewat daring diterapkan untuk mengantisipasi adanya penyebaran virus Covid-19 pada siswa, dan tidak membuka klaster baru di lingkungan madrasah. Ia menyebutkan proses belajar siswa digilir.

Baca Juga:  SMA Islam Sidoarjo, Berkomitmen Tingkatkan Kreativitas Siswa

Setiap minggunya dilakukan belajar dari rumah dan belajar tatap muka. Misalkan, pada minggu pertama, siswa belajar pada Jumat dan Sabtu di rumah masing-masing. Minggu kedua, siswa belajar daring Senin dan Selasa. Kemudian Minggu ketiga, siswa belajar daring Rabu dan Kamis dan seterusnya.

“Kami buat jadwal belajar secara daring dan belajar lewat tatap muka. Kalau siswa lagi belajar daring, kami ustadz-ustadzah pantau mereka dari madrasah. Sementara staf tetap masuk seperti biasanya,” ungkapnya.

Hisbullah yang juga aktif sebagai anggota Pengurus Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Cabang Bojonegoro ini menceritakan, bahwa MTs Islamiyah berdiri pada 15 Januari tahun 1976. Didirikan oleh KH Jafar Shodiq bersama K. Hasannadji, serta tokoh masyarakat dan tokoh agama dari wilayah Kec. Balen.

Madrasah tertua di wilayah tersebut awalnya hanya berjumlah sekitar 30 siswa. Namun seiring berkembangnya, jumlah siswa MTs Islamiyah kini mencapai 500 siswa. Meski didominasi siswa dari Bojonegoro, siswa juga datang dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Tuban, Lamongan, Gresik, Tangerang hingga Papua.

Kepala madrasah generasi ke empat setelah Drs H Sulaiman MM yang digentikan pada tahun 2004 ini, mengaku sedang fokus mengembangkan potensi dan kemampuan anak didik sesuai pemilihan 5 jurusan. Antara lain pendidikan Qur’an, kitab salaf, sains, bahasa dan olahraga.

“Program ini baru 2 tahun berjalan, Alhamdulillah siswa pada interest sesuai jurusan masing-masing,” kata Hisbullah yang didampingi Humas MTs Islamiyah, Rohmat Jajri SPd.

Ia menjelaskan, dari tahun ke tahun MTs Islamiyah secara kuantitas terus meningkat. Apalagi setelah adanya 5 jurusan itu, banyak siswa yang tertarik menggali potensinya. Namun pihaknya akan terus melakukan pembenahan sarana dan prasaranaya gedung, juga penambahan fasilitas, baik untuk guru maupun siswa. “Kami kekurangan ruang Laboratorium (Lab) Bahasa. Untuk itu kami sedang menyiapkan ruangan itu,” jelas Pembina Pergunu Anak Cabang Balen tersebut.

Baca Juga:  315 Mahasiswa UNUSIA Siap Diwisuda

Ia menambahkan, rencana ke depan pihaknya akan melanjutkan kerjasama dengan Stakeholder terkait, khususnya di bidang Bahasa Inggris. “Saya berharap ke depan siswa kami bisa berhasil menekuni jurusan yang mereka pilih. Sehingga ketika lulus dari madrasah, siswa sudah memiliki bekal dari suatu bidang tersebut,” harapnya.

Dakwah Islam

Hadirnya MTs. Islamiyah ini ibarat lentera yang menerangi wilayah disekitarnya, mengingat wilayah Balenrejo saat itu masih jauh dari masyarakat religius. Karenanya, tujuan utamanya didirikan MTs Islamiyah adalah untuk dakwah Islam, dan memposisikan madrasah formal yang bermuatan pesantren, baik akhlaknya maupun budayanya.

MTs Islamiyah sebagai bagian dari Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, dikenal sangat kuat pada doktrin Ideologi Aswaja pada muatan mata pelajaran. Buku Kegiatan Agama (BKA) diterbitkan untuk pedoman siswa dalam belajar Agama Islam.

Menariknya aplikasi amaliyah NU diterapkan lewat kegiatan siswa mulai istighotsah, dan ziarah ke makam pendiri yayasan, yang digelar setiap bulan dua kali. “Tujuan dari ziarah untuk mendoakan para pendiri agar bisa mewarisi semangat juang dan berkah ilmu yang bermanfaat dari para salafus sholih,” ujarnya.

Lebih lanjut, Hizbullah menyebutkan, rutinitas lain adalah pembiasaan sholat dhuha dan dhuhur secara berjamaah, menjadi aktifitas wajib agar siswa/santri sejak dini selalu membiasakan sholat secara berjamaah. Sementara pembacaan sholawat dilakukan saat kegiatan muhadloroh yang dilaksanakan di kelas sesuai jam dalam jadwal pelajaran.

Baca Juga:  Siswa MAN 1 Jember Diterima Beasiswa Student Exchange ke Jepang

Termasuk peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang selalu diselenggarakan di ruang kelas, diasuh oleh wali kelas masing-masing. Hal ini untuk menanamkan kecintaan pada masjid, peringatan Isro’ Mi’roj selalu dilaksanakan dari masjid bergantian ke Masjid yang lain.

Merawat Sanad Keilmuan

Berbeda dari madrasah lainnya, MTs Islamiyah utama memperhatikan nilai-nilai ajaran Islam yang beraliran Ahlussunah Waljamaah (Aswaja), karena itu pihak madrasah pun sepakat untuk muatan pelajaran lokal ala pesantren yang menjadi penentu kelulusan siswa atau santri.

“Standar kelulusan yang kami atur dalam kurikulum tidak keluar dari aturan Undang-undang/ Sitem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pada umumnya. Hanya yang membedakan adalah muatan mata pelajaran lokal ala pesantren yang menjadi penentu kelulusan,” ungkapnya.

Dengan metode tersebut, Hizbullah mendorong para siswa memiliki kompetensi di atas rata-rata untuk melanjutkan di sekolah, yang dianggap mampu mengembangkan bakat siswa. Selain itu, ia juga mendorong siswa melanjutkan di sekolah yang memiliki basis pesantren khususnya pesantren NU, agar sanad keilmuan yang sudah kita bangun tidak putus di tengah jalan.

Disamping itu, Hizbullah menyebutkan beberapa target yang sudah tercapai. Contohnya langganan juara lomba mewarnai baik level kabupaten maupun kecamatan, bahkan level Provinsi. Tetapi ada beberapa target yang belum tercapai, misalnya jurusan tahfidz/ pendidikan Qur’an.

“Targetnya 9-10 juz selama 3 tahun, ini belum memberikan rasa puas pada pengajar, karena minimnya peminat dan kurangnya motivasi belajar. Adopsi metode, inovasi media selalu kita tempuh agar perkembangan selalu signifikan, ini harapannya bisa kita tempuh untuk memaksimalkan hasil di semua jurusan,” tuturnya.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA