Ponorogo, AULA – Kabar duka menyelimuti warga Ponorogo, khususnya para nahdliyin. Santri Mbah Hasyim Asy’ari yang menjadi penyambung sanad perjuangan, Mbah Syukri, menghembuskan nafas terakhir Kamis (29/7).
Mantan pejuang laskar hizbullah itu meninggal di rumahnya di Desa Carangrejo, Kecamatan Sampung, Ponorogo, di usia 103 tahun. Jenazah mantan pejuang kemerdekaan RI itu diberangkatkan dari rumah duka pagi harinya tepat pukul 10.00 WIB. Upacara pemberangkatan dipimpin langsung Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Ponorogo Dr. H. Luthfi Hadi Aminuddin, M.Ag menuju tempat pemakaman di Masjid Baitul Huda Tamansari, Kecamatan Sampung. Sementara, prosesi pemakaman dipimpin Pengasuh Ponpes Raudlatut Thalibin Kyai Masrur Mustaqim.
“Atas nama PCNU Ponorogo dan atas nama Kader Penggerak NU Ponorogo, kami menyampaikan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya. Semoga kita semua yang ditinggalkan, mampu melanjutkan perjuangan beliau,” sambut Luthfi saat memimpin pemberangkatan jenazah.
Mbah Syukri harus menghembuskan nafas terakhir setelah berjuang melawan sakit yang dideritanya akhir-akhir ini. “Seminggu terakhir ini beliau memang sakit. Tidak mau makan. Pas sebelum meninggal, beliau hanya berpesan dua hal,” ungkap Amin, putri sulung Mbah Syukri.
Pesan pertamanya, kata Amin, jika meninggal sebelum jam 12 malam, beliau minta langsung dimakamkan. Tapi jika meninggalnya di atas jam 12 malam, beliau minta dimakamkan pagi harinya. “Yang kedua, Bapak minta dimakamkan di dekat orang tua dan leluhurnya,” tutur Amin.
Selama ini keberadaan Mbah Syukri sebagai penyambung sanad perjuangan tidak pernah diketahui publik. Jati diri Mbah Syukri baru terungkap setelah dikunjungi 2 Instruktur Nasional PKP-NU, KH Abdul Mun’im DZ dan Dr KH Adnan Anwar, 29 Maret 2021 lalu. Sejak itulah, tamu Mbah Syukri seolah tak pernah ada sepinya. Mulai yang ingin tabarukan, sampai yang ingin mendapat ijazah wirid dan do’a.
Koordinator Instruktur Nasional PKP-NU, KH Abdul Mun’im DZ, mengaku turut berduka. “Kita berduka kehilangan kyai pejuang yang ikhlas seperti beliau ini. Beliau dipanjangkan umurnya agar bisa membimbing kita. Tapi bimbingan itu terasa singkat, tapi penuh berkah sehingga jadi begitu bermakna,” kata Kiai Mun’im.
Di tengah duka seperti ini, lanjut Kiai Mun’im, ada hal yang masih bisa disyukuri. Sebab pada tanggal 19 Juli 2021 lalu, beliau sudah bersedia mewariskan dan mengijazahkan Doa Sulaiman Doa andalan beliau selama dalam perjuangan.
“Doa ini sebagai penyambung sanad kita dengan Mbah Hasyim Asy’ari dan para wali hingga Kanjeng Nabi. Semoga ijazah doa ini menjadi jariyah beliau. Semoga kita bisa meneruskan perjuangan beliau,” pungkasnya. *Lege