Search

NU Jatim Haramkan Hukuman Kebiri Kimia bagi Pelaku Pencabulan

Surabaya – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur turut mengkaji pemberlakuan hukum kebiri bagi pelaku kejahatan seksual di kalangan anak.

Dari kajian yang menghadirkan berbagai kalangan tersebut disampaikan bahwa hukuman kebiri kimia bagi pelaku pencabulan atau predator anak adalah haram.

Ketua Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jawa Timur, KH Ahmad Asyhar Sofwan mengatakan, hukum pidana kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak dapat dikategorikan sebagai takzir atau hukuman.

“Namun demikian tidak diperbolehkan sebab takzir harus berdasarkan kemaslahatan,” katanya saat dihubungi media ini, Sabtu (31/8).

Menurutnya, PW LBMNU Jatim telah mengkaji secara ilmiah dalam berspektif hukum Islam atau fiqih menyusul polemik eksekusi hukuman tambahan kebiri kimia yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Mojokerto terhadap M Aris (21 tahun), terpidana perkara pencabulan dengan korban sembilan bocah.

Baca Juga:  Menag dan Ketum PBNU Diterima Sekjen Liga Muslim Dunia, Ini yang Dibahas

Dalam penjelasannya, bahtsul masail diikuti 11 pakar fiqih, serta anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jatim yakni dokter Edi Suyanto. Bahkan pada kajian tersebut, ada sekitar 22 peserta yang hadir. Mereka merupakan perwakilan dari beberapa lembaga seperti lembaga bantuan hukum, Muslimat NU, Fatayat NU dan Lembaga Kesehatan NU Jawa Timur.

Kiai Asyhar mengemukakan, mayoritas ulama mensyaratkan takzir tidak berdampak negatif, sementara dari sisi kesehatan kebiri kimia tidak hanya merusak organ reproduksi tapi dapat merusak organ yang lain.

“Secara kesehatan, takzir kimiawi justru berdampak lebih berat daripada kebiri yang bersifat operasi. Karena yang rusak bukan hanya organ reproduksi tapi organ lain,” jelasnya.

Baca Juga:  Dua Rumah Sakit Arab Saudi di Madinah Siap Layani Jamaah Haji Indonesia

 

Selain kontra dengan hukum Islam, kebiri kimia juga ada mudaratnya. Hukum itu harus melindungi dari pada hak-hak asasi manusia. Dalam hal ini ada lima, di antaranya hak memiliki keturunan.

“Kalau orang dikebiri, maka hak memiliki keturunan akan hilang,” jelasnya.

Demikian pula dalam hukum Islam tidak dikenal hukuman kebiri. Karena itu, penerapan hukuman kebiri kimia dalam produk hukum di Indonesia kontra dengan hukum Islam.

“Tidak sesuai dengan kode etik dan sumpah profesi dokter, dan tidak sesuai dengan KUHP,” tegasnya.

Lebih lanjut, alasan lainnya adalah bertentangan dengan kode etik Ikatan Dokter Indonesia (IDI). “Kalau dilaksanakan tentu oleh seorang dokter, tapi dalam kode etik dan sumpah tidak bisa melakukan eksekusi hukuman kebiri. Sementara dalam aspek hukum positif. Itu tidak sesuai dengan KUHP yang berlaku di Indonesia,” imbuhnya.

Baca Juga:  Fikih Persaingan Usaha, Buah Tangan dari Lakpesdam

 

Menanggapi perlindungan dari sisi korban kekerasan seksual, Kiai Asyhar menyampaikan, pelaku harus di hukum seberatnya. Walaupun demikian, tetap tidak boleh menyalahi hukum Islam.

 

“Misalnya penjara seumur hidup atau hukuman mati. Kalau hukuman mati pasti dia akan jera. Itulah jawaban dan rumusan singkat dalam batsul masail yang telah diputuskan,” tandasnya. (Lina/Syaifullah)

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA