Search

Lewat Bedah Buku, Lakpesdam Bahas Revitalisasi Demokrasi Indonesia

BEDAH BUKU: Tampak suasana bedah buku "Diskursus Demokrasi Deliberatif di Indonesia" di Aula Salsabila PWNU Jatim, Sabtu (2/3/2019).
BEDAH BUKU: Tampak suasana bedah buku “Diskursus Demokrasi Deliberatif di Indonesia” di Aula Salsabila PWNU Jatim, Sabtu (2/3/2019).

SURABAYA (AULA)- Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, menggelar bedah buku berjudul “Diskursus Demokrasi Deliberatif di Indonesia”, karya Fahrul Muzaqqi, Dosen sekaligus Koordinator Kajian Strategis Lakpesadam PWNU Jatim. Acara yang tersebut dihadiri berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, pengurus Banom NU, Lembaga NU, hingga masyarakat umum.

Dalam kesempatan itu, Fahrul menjelaskan, banyak hal yang perlu direvitalisasi dalam proses demokrasi di Indonesia ini. Menurutnya, substansinya tercantum dalam Pancasila sila ke-4, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

“Bahwa proses pengambilan keputusan itu menjadi proses demokrasi. Sehingga masyarakat disini seharusnya dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan negara,” kata Fahrul usai diskusi, di Aula Salsabila Gedung PWNU Jatim, Jl. Masjid Al Akbar Timur No.9 Surabaya, Sabtu (2/3/2019).

Baca Juga:  Cinta Ilmu dan Ulama Bersatu, Prof KH Ali Maschan Ingatkan Dua Pesan Pendiri NU

Menurutnya, demokrasi tidak cukup dengan proses elektoral dalam penentuan wakil rakyat. Lebih penting dari itu, bagaimana wakil rakyat mengambil kebijakan harus melibatkan masyarakat, kelompok masyarakat secara inklusif. Tidak lantas menjadi monopoli dari pemegang otoritas.

Terkait proses pelibatan masyakat itu sendiri, kata Fahrul, bisa dilakukan dalam bentuk kelembagaan. Seperti dalam musyawarah perencanaan dan pembangunan (Musrenbang). Artinya, mengutamakan mekanisme musyawarah yang cukup lama sudah dipraktikkan mulai tahun 2004 hingga saat ini.

“Tapi dalam praktik kelembagaan. Proses pembangunan belakangan ini, semangat dalam partisipasi semakin kurang terasah. Malah yang terjadi belakangan ini, hanya melibatkan para pemangku kepentingan. Seperti pemangku Desa, Kabupaten, Provinsi dan Nasional,” jelas Fahrul yang juga sebagai dosen di Universitas Airlangga Surabaya.

Baca Juga:  Gantikan Sang Ibu, Rahmat Tak Menyangka Bisa Berhaji

Diakuinya, ada kendala dalam perkembangan demokrasi, lebih khususnya dalam konteks pengambilan keputusan. Menurutnya, proses perencanaan awalnya memiliki keterbukaan. Bahkan masyarakat juga bisa mengakses masing-masing kelompok atau organisasi yang sudah ada di masyarakat.

“Tentu keterlibatan masyarakat sangat diperlukan. Karena sesuatu yang diputuskan dalam proses perencanaan itu sesuai dan dibutuhkan oleh masyarakat. Jadi tidak hanya memperkirakan tapi memastikan betul karena mereka terlibat. Sehingga kebutuhan itu real atau kebutuhan yang nyata adanya,” pungkasnya. * lin

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA